Rabu, 07 Desember 2011

Sedikit Catatan Mengenai Suku Dayak Kalimant

oleh fawaz

Banyak teori yang di terima adalah teori yang menyatakan imigrasi bangsa China dari Provinsi Yunan di Cina Selatan. Penduduk Yunan ber-imigrasi besar-besaran (dalam kelompok kecil) di perkirakan pada tahun 3000-1500 SM. Sebagian dari mereka mengembara ke Tumasik dan semenanjung Melayu, sebelum masuk ke Kalimantan. Sebagian lainnya melewati Hainan,Taiwan dan filipina. Menurut catatan H.TH. Fisher, imigrasi dari asia terjadi pada fase pertama zaman Tretier. Saat itu, pulau Kalimantan masih menyatu dengan benua Asia yang memungkinkan ras mongoloid (cina) dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan Muller-Schwaner. Dari pegunungan itulah berasal sungai-sungai besar yang mengaliri seluruh daratan Kalimantan. Diperkirakan, dalam rentang waktu yang lama, mereka menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami tepi-tepi sungai tersebut hingga ke pesisir pulau Kalimantan.

Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Kelompok Suku Dayak ini terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Pulau Kalimantan (J. U. Lontaan, 1975).

Dari masing-masing sub suku ini mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip (hampir mirip). Umumnya suku Dayak menyebutkan nama kelompok mereka berdasarkan nama sungai, nama pahlawan, nama alam dan sebagainya. Misalnya suku Iban asal katanya dari kata “ivan” dalam bahasa kayan, ivan adalah pengembara. Demikian juga menurut sumber yang lainnya bahwa mereka menyebut dirinya dengan nama suku Batang Lupar, karena berasal dari sungai Batang Lupar (daerah perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia). Suku Mualang, diambil dari nama seorang tokoh yang disegani di Tampun Juah dan nama tersebut diabadikan menjadi sebuah nama anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa) kemudian dijadikan nama suku Dayak Mualang. Dayak Bukit (Kanayatn/Ahe) berasal dari Bukit/gunung Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk, Tamambaloh, Kenyah, Benuag, Ngaju dan lain-lain masing-masing mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri.

Sedangkan agama yang mereka anut sangat variatif. masyarakat Dayak masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya, mereka percaya setiap tempat-tempat tertentu ada penguasanya, yang mereka sebut: Jubata, Petara, Ala Taala, Penompa dan lain-lain, untuk sebutan Tuhan yang tertinggi, kemudian mereka masih mempunyai penguasa lain dibawah kekuasaan Tuhan tertingginya: misalnya: Puyang Gana ( Dayak mualang) adalah penguasa tanah , Simara-mara (Dayak Kanayatn/Ahe) adalah penguasa api dan lain-lain.

Adapun segelintir masyarakat Dayak yang telah masuk agama Islam dianggap oleh suku dayak telah menjadi sama dengan suku melayu. Banyak yang lupa akan identitas sebagai suku dayak mulai dari agama barunya dan aturan keterikatan dengan adat istiadatnya hingga mereka berusaha menguatkan perbedaan, suku dayak yang masuk Islam memperlihatkan diri sebagai suku melayu. Dan sesuai perkembangannya maka masuklah para misionaris dan misi kristiani/nasrani ke pedalaman Kalimantan. Setelah penduduk pendatang di pesisir berasimilasi dengan suku Dayak yang pindah ke Agama Islam,agama islam lebih identik dengan suku melayu dan agama kristiani/nasrani atau kepercayaan dinamismenya lebih identik dengan suku Dayak.

islam suku bakumpai

oleh fawaz


Tulisan ini saya ingin membahas tentang Bakumpai, sebagai Dayak dan juga tidak dipisahkan sebagai pemeluk ajaran Islam (muslim). Pembahasan awal saya ingin menelaah silisilah ke-Dayak-an Bakumpai kemudian dilanjutkan tentang identitas Bakumpai sebagai Muslim.

Pandangan orang lain terhadap suku-bangsa tertentu, nampaknya masih berhubungan dengan suatu agama yang seakan menjadi agama resmi suku-bangsa bersangkutan. Ketika saya belum terlalu mengenal jauh misalnya tentang Jawa, Batak, Papua, Bali, saya menduga suku-suku bangsa ini telah menganut suatu agama tertentu sebagai agama resmi. Bagi saya orang Jawa mesti beragama Islam, orang Batak beragama Kristen, suku-suku bangsa di Papua juga Kristen dan orang Bali menganut agama Hindu atau Budha. Pandangan saya ini keliru, tidak semua orang dengan latar belakang suku-bangsa tersebut beragama seperti yang saya fikirkan.

Kasus di atas rupanya terjadi juga terhadap pandangan orang lain tentang Dayak, ketika saya mengatakan sebagai orang Dayak, kebanyakan orang mungkin akan memikirkan saya beragama Kristen. Maka dalam sub judul ini, terlebih dahulu saya menyampaikan pandangan-pandangan tentang suku Bakumpai sebagai Dayak dan juga memeluk Islam.

Merujuk berbagai literatur dan cerita lisan orang Bakumpai sendiri, jelaslah Bakumpai termasuk suku Dayak. Mengetahui Bakumpai sebagai Dayak bisa dilihat menurut Tjilik Riwut (1993:234-235) suku Dayak terbagi dalam tujuh pembagian besar, yakni Dayak Ngaju, Dayak Apu Kayan, Dayak Iban dan Heban atau Dayak Laut, Dayak Klemantan atau Dayak Darat, Dayak Murut, Dayak Punan dan Dayak Ot Danum. Di antara tujuh besar tersebut yakni Dayak Ngaju, terbagi lagi dalam 4 suku besar, yakni Ngaju, Ma’anyan, Lawangan dan Dusun. Masing-masing 4 besar Dayak Ngaju tersebut terbagi, adapun Bakumpai termasuk bagian dari Dayak Ngaju.

Bakumpai juga dimasukkan dalam bagian Dayak Ot Danum yang terdiri 68 suku kecil, bersama Bakumpai di antaranya ada Ngaju, Kapuas, Kahayan, Katingan, Sampit, Seruyan (Riwut, 1993:267). Kemungkinan besar menjadi alasannya Tjilik Riwut, memasukkan Bakumpai sebagai Dayak Ngaju dan Ot Danum karena melihat kesamaan arti keduanya. Ot Artinya Hulu; danum artinya air. Jadi Ot Daum artinya Hulu Air atau Hulu Sungai dengan sendirinya mereka tinggal di udik. Bi-aju artinya; Bi = dari; aju = udik jadi Bi-aju artinya dari Udik. Ngaju = Udik (Riwut, 1993:262). Mungkin Tjilik Riwut, secara tidak langsung ingin menampakkan teritorial Dayak Ot Danum berada di daerah sungai.

Pendapat lain tentang Bakumpai, menurut Maulani yang mengutip pendapat Charles Hose antropolog dari Inggris mengemukakan istilah Dayak merupakan nomenklatur kultural untuk sebuah etnik yang tinggal di pulau Kalimantan, meliputi sekitar 200 suku kemudian terbagi ke dalam 6 kelompok besar (Punan, Murut, Kahayan, Iban, Kenyah dan Klemantan) berdasarkan asal-usul, masa kedatangan ke Kalimantan dan ciri-ciri budaya mereka.

Versi Maulani berdasarkan Charlos Hose tersebut (2000:141) meletakkan Bakumpai sebagai salah satu sub etnik dari ras Kahayan, diduga berasal dari suatu desa yang menyandang nama Bakumpai di hulu sungai Barito. Mereka menyebar ke selatan mendiami sepanjang sungai Barito, berbelok ke sungai Kahayan dan sungai Mentaya Sampit sampai ke Tumbang Samba (Kasongan), Kalimantan Tengah. Dalam persebaran itu etnik Bakumpai bertemu dengan suku Melayu dan mulai memeluk Islam pada awal tahun 1688 melalui penyebaran Islam dari Kesultanan Demak. Dari hulu sungai Barito orang-orang Bakumpai menyebar ke hulu sungai Mahakam di Long Putih mengalir ke Selatan sampai ke Long Iram.

Antara Tjilik Riwut dan Maulani terdapat perbedaan dalam menguraikan silsilah Dayak Bakumpai, namun kedunya memiliki kesamaan bahwa Dayak Bakumpai tinggal di tepi sungai, dalam hal ini adalah sungai Barito. Kemudian diperkuat oleh Setia Budhi dalam tulisannya “Melacak Jejak Suku Bakumpai”, bahwa “Sebagian besar peneliti bersepakat bahwa Suku Bakumpai adalah bagian dari rumpun Dayak Ngaju. Hans Scharer 1963 menyebut komunitas ini hidup dan berada di bagian up river dan down river Barito. Sebagian peneliti lain menyebutkan juga bahwa Suku Bakumpai merupakan cabang dari etnik dusun yang tinggal dibagian pusat Kalimantan yang rapat hubungannya dengan Siang, Deyah, Witu di sebelah Utara dan Kahayan di sebelah Barat”. (Kompas, 9 Juli 2005)

Demikian juga, berdasarkan cerita rakyat mengenai asal usul orang Bakumpai rakyat pun menunjukkan hal yang sama.

Dahulu kala, sungai Barito dari Muara Pulau sampai ke sebelah hilir Ujung Panti itu tidak ada. Waktu itu sungai Barito yang ada hanya Muara Pulau terus ke hulu sana. Dari Muara Pulau itu kalau orang hendak ke Banjar atau orang Banjar hendak ke Barito terpaksa belok ke sungai Kahayan, yang hanya satu-satunya lalu lintas air Banjar – Barito.

Pada waktu itu hulu sungai Barito sana ada sebuah kampung yang bernama Air Manitis, yang didiami oleh suku bangsa Dusun Biaju. Suku itu diperintah oleh seorang kepala suku yang mempunyai dua orang anak kembar kemanikan (laki-laki dan perempuan). Anak yang tua laki-lkai namanya Patih Bahandang Balau. Ia diberi nama demikian, karena rambutnya (balau) merah (bahandang) seperti rambut orang Belanda, sedangkan nama Patih itu bukan nama jabatan akan tetapi memang namanya. Anaknya yang kecil perempuan yang diberi bana Datu Sadurung Malan. Ia dinamakan demikian karena kelihatannya ia seperti memakai kerudung (tutup kepala) yang biasanya dipakai oleh perempuan yang sedang bertani (malan), sedangkan nama Datu bukan datu yang berarti orang trua dari nenek, tetapi memang namanya demikian.

Datu Sadurung Malan sangat cantik parasnya, sehingga banyak pemuda yang ingin memperistrinya. Demikian sangat cantiknya sehingga kakaknya jatuh cinta. Pernah sekali ia bersama berada di sawah, pada waktu itu kakaknya mengatakan bahwa ia ingin memperistrinya. Tentu saja Datu Sadurung Malan tidak akan mau kawin dengan kakaknya sendiri. Setelah kejadian itu Datu Sadurung Malan tidak lagi pergi ke sawah bersama kakaknya, kecuali kalau ada ayahnya, baru ia berani.

Hari berjalan terus, Patih Bahandang Balau makin bertambah keinginannya untuk memperistri adiknya. Orang tua mereka tidak mengetahui persoalan mereka berdua. Tidak kuat menahan hatinya lagi, maka Pathi Bahandang Balau mengancam hendak membunuh adaiknya kalau ia tidak mau kawin dengan dia. Mendengar ancaman kakaknya itu Datu Sadurung Malan berfikir hendak pergi jauh. Waktu tengah malam ketika kakak dan ayahnya sedang tidur, ia pergi ke luar rumah dan terus turun ke sungai masuk ke dalam perahunya. Sesudah tali ampannya lepas, dikasyuhnya sampannya perlahan, Rasa lega hatinya ketika dilihatnya rumahnya tak ada lagi. Dengan hati yang lega dipercepatnya kayuhannya, maksud hendak ke Banjar dan terus ke Jawa.

Sampai di Muara Pulau, ia tidak mau belok ke sungai Kahayan, karena ia takut kalau dikejar-kejar kakaknya. Dibuatnyalah jalanan sendiri. Ditariknya sampannya sehingga terbentuk sungai kecil. Pada mulanya memang belum ada airnya, tetapi lama kelamaan berair juga karena hujan, hingga akhirnya terbentuk sungai yang banyak dilalui orang. Demikianlah sungai itu bertambah lama bertambah besar dan sampai sekarang dinamai orang sungai Barito.

Datu Sadurung Malan setelah sampai ke Banjar terus menumpang kpal yang menuju ke pulau Jawa, sedangkan kakaknya Patih Bahandang Balau, sesudah mengetahui adiknya tidak lagi di rumah mulai menginsafi dirinya. Untuk menghibur hatinya yang sakit ia beristri dengan seorang perempuan di kampungnya, sampai beranak cucu. Anak cucunya sampai saat ini masih ada yang sekarang menjadi orang Barito atau orang Dusun Biaju.

Datu Sadurung Malan setelah mendengar kakaknya sudah kawin, ia kembali ke Kalimantan. Sebelumnya ia sudah bersuami dan beranak cucu. Anak cucunya hendak dibawanya ke Air Manitis kembali. Ia heran melihat bekas jalannya dahulu ramai menjadi lalu lintas orang. Ia hendak mendirikan rumah di situ, Di suruhnya menaruh ayam jantan ke arah matahati terbit, tetapi ayam itu tidak mau berkokok. Sesudah ditaruh ke arah seberangnya, ayam itu mau berkokok, tandanya tanah disitu baik. Dibuatnyalah rumah di sana, sampai akhirnya banyak orang tinggal di situ. Sampai sekarang kampungitu masih ada yang diinamai orang Kampung Bakumpai atau Kota Marabahan sekarang.

Seperti itulah asal usul terjadinya sungai Barito, kampung Bakumpai dan kampung orang Dusun. (Ibrahim, dkk, 1979:98-99)

Kisah tentang Patih Bahandang Balau ini nampaknya menceritakan beberapa hal, yakni; tentang asal usul orang Bakumpai, larangan insest dalam suku bangsa Dayak yakni larinya Datu Sadurung yang tidak mau diperistri kakaknya, kemudian asal mula kejadian sungai Barito, tempat asal orang Bakumpai, yakni Kampung Bakumpai di Kota Marabahan sebagai ibukota kabupaten Barito Kuala dan persaudaraan antara Dayak Bakupai dan Dayak Dusun Biaju.

Kalau ditanyakan kepada orang Bakumpai, asal-usul nenek moyang mereka dan tempat asalnya, mereka pada umumnya mengatakan berasal dari Marabahan, tepatnya dari salah satu kampung di kota Marabahan sekarang ini, yang dulu disebut lebu Bakumpai ‘kampung Bakumpai’. Ada yang mengatakan bahwa kampung itu ialah kampung Bagus sekarang ini. Nama Bakumpai ini diabadikan yang meliputi kota Marabahan dan sekitarnya. (Ibrahim, dkk, 1979:2) Meskipun demikian, nampaknya masih ada yang meragukan pendapat bahwa asal-usul orang Bakumpai dari Marabahan bahwa terdapat kecendrungan bahwa bahasa dan budaya Bakumpai di daerah tersebut mengalami perubahan yang significant akibat pengaruh kontak budaya dan bahasa yang terjadi di wilayah tersebut, namun sebaliknya wilayah Buntok yang jauh dari pusat kebudayaan cenderung terjaga keasliannya jika dibandingkan dengan Marabahan. Dengan demikian, maka daerah Buntok dapat diasumsikan sebagai daerah yang lebih tua daripada Marabahan. (Qalyubi, Kalteng Post 20 Nopember 2006)

Pendapat ini mentah, karena ia melupakan bahwa secara strategis memang Marabahan berada pada pertemuan berbagai kebudayaan pada masa kerajaan Banjar, sehingga wajar terjadi kontak kebudayaan, apalagi anggapan ini berdasarkan pada penelitian sepintas saja.

Di Marabahan orang mengenal kampung ngawa, misalnya kampung Bagus dan Ngaju Kantor bahasa Bakumpai bertahan dengan dialek khasnya. Di Buntok justru pengguna bahasa Bakumpai, lebih banyak berinteraksi dengan orang dari Hulu Sungai dengan dialek bahasa Banjar Pahuluan, sehingga sering terjadi percampuran bahasa Banjar Pahuluan dengan Bakumpai. Hal tersebut diketahui dari dialek orang Banjar Pahuluan, memakai dialek Bakumpai.

Fakta lain diabaikan Qalyubi adalah silsilah orang Bakumpai, jika berada di Buntok dan kita menanyakan dari mana nenek moyang mereka, jawabannya tentu dari Marabahan. Hal ini diperkuat dengan adanya Silsilah Suku Dayak Bakumpai, Dayak Siang, Dayak Murung, sebagai narasi lain dari nenek moyang Bakumpai selain Datu Sadurung Malan adalah Patih Darta Suta mempunyai lima orang anak bernama; Ngabe Tuha, Ngabe Tumpang, Ngabe Basirun, Ngabe Basunga dan Jimah (perempuan) (H. Mursani, 2002: naskah ketik).

Pendapat H. Mursani tersebut semakin menguatkan adanya wilayah didiaminya berada di sungai Barito dan menjadi tempat persebaran suku Bakumpai. Induk Bakumpai adalah di kota Marabahan, namun “mereka tidak saja tinggal di Marabahan, tetapi tersebar dengan keluarga mereka, atau berkumpul di desa-desa kecil sepanjang Barito dan cabang-cabang utamanya seperti pulau Petak, Sungai Patai, Sungai Dayu (atau Ayu), sungai Karau, Sungai Muntalat, dan Sungai Teweh, dan bahkan jauh dui hulu lagi sampai daerah-daerah Siang-Murung. Keberadaan koloni Bakumpai di daerah pedalaman disebabkan terutama oleh perdagangan” (Schawaner, dalam Syamsuddin, 2001:46)

Berbagai pendapat tersebut dan saling menguatkan, jelas sulit bagi kita untuk memberikan bantahan bahwa Bakumpai adalah Dayak, tinggal di Daerah Aliran Sungai Barito, sebagiannya menyebar ke tempat lain yakni Tumbang Samba (Kalteng) dan Long Iram (Kaltim). Namun berbicara tentang Bakumpai, masih menyisakan permasalahan bahwa Bakumpai yang memeluk Islam tidak lagi menyebut dirinya Dayak, mereka lebih cenderung sebagai Melayu atau Banjar. Seperti halnya dengan orang Meratus, mereka tidak lagi sebagai Meratus ketika sudah memeluk Islam. Mengutip pendapat Anna L. Tsing.

Orang Banjar itu Muslim: Orang Meratus tidak. Persoalan ini dilestarikan dalam definisi karena fakta bahwa seorang Dayak Meratus pindah ke agama Islam dianggap menjadi Banjar, setidak-tidaknya untuk banyak tujuan. Hanya sedikit orang Meratus yang Kristen. Agama apa yang lain? Orang Meratus mempraktekkan perdukunan, melaksanakan upacara padi, dan memiliki konsep kosmologi yang rumit. Akan tetapi, dalam konteks asimetris regional, jawaban paling langsung adalah “bukan” Islam (1998:72),

Nampaknya ada problem untuk menempatkan diri sebagai Dayak sekaligus muslim, menurut Riwut sudah jadi kebiasaan sejak zaman penjajahan orang-orang Dayak yang beragama Islam dengan resmi menyatakan diri sebagai orang Melayu, yang kemudian asal sukunya tidak pernah disebut-sebut lagi, meskipun dalam batin mereka tetap mengakui bahwa mereka adalah suku Dayak (1993:266). Orang Dayak yang memeluk Islam lebih mengindentifikasikan diri sebagai Banjar bukan sebagai ‘Muslim Dayaks’, Dayak Islam (lihat Chalmers, 2006). Bagi orang Bakumpai nampaknya berusaha untuk meletakkan keduanya (Dayak dan Muslim) sekaligus, sebagaimana sepasang sayap burung akan terbang bila keduanya dikepakkan. Setidaknya itulah perasaan saya ketika di S2 Antropologi UGM, mungkin tidak ada yang menangkap kegelisahan dalam pergulatan pikiran saya ketika dalam perkenalan awal masuk kuliah. Saya ingin memperkenalkan diri dari Banjar, namun kalau seperti itu rasanya saya mendustai diri sendiri, saya orang Bakumpai bukan Banjar. Apalagi ada dua orang teman satu kelas adalah orang Banjar, kalau saya menjelaskan sebagai orang Bakumpai dan Dayak, jangan-jangan mereka menganggap saya bukan Islam.

Padahal, sebagaimana pendapat Setia Budhi Keislaman suku Bakumpai, sebenarnya tidak serta merta mencerabutkan mereka dari asal mu-asal darah kejuriatannya. Keislaman Bakumpai, hanyalah persoalan adanya rasionalitas sesuatu puak terhadapapa yang dipandang sebagai logis dan rasional yang mengalahkan rasionalitas dan logisitas atas sesuatu yang telah ada sebelumnya. Ini sama saja dengan sebuah pertanyaan terhadap suku-suku Dayak yang lainnya yang tidak memilih Islam. Tetapi bersamaan keluar dari kepercayaan sebelumnya.

Jadi Islamnya orang Bakumpai tidak hendak meninggal pihak lain, meskipun harus diakui Bakumpai nyaris kehilangan tradisi leluhurnya kecuali upacara pengobatan bernama Badewa dan bahasa Bakumpai sendiri. Islamnya orang Bakumpai sebenarnya lebih bermanfaat bila kita memahaminya perekat sesama umat Islam dari suku apapun khususnya kalangan suku-bangsa Dayak, dan Bakumpai tetap sebagai Dayak yang tidak bisa dicerabut dari akar nenek moyangnya, juga menunjukkan persaudaran sesama namun berbeda agama.

Sementara di lokasi penelitian saya, sering mendengar muncul pengakuan, “ini datu itah te sama beh awen biaju kia” (Nenek moyang kita sama saja dari Biaju (Dayak) juga). Sedangkan di hulu Barito, seperti Buntok atau Muara Teweh saya mendapatkan informasi adanya pengakuan seperti hal demikian juga, dengan adanya pohon di sebut puhun sadatu. Yakni tumbuhnya pohon dan tidak diketahui siapa penanamnya, misalnya pohon durian atau cempedak, semua orang (dayak muslim maupun non muslim) bisa mengambil buahnya karena pohon itu ditanam oleh nenek moyang mereka yang sama, sadatu (satu datu/nenek moyang) tersebut.

(Tulisan ini salah satu sub judul dari tesis yang sedang saya garap)

islam di kalimantan

PERKEMBANGAN ISLAM DI KALIMANTAN

Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala itu. Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua pintu.
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.
Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari.
Di Kalimantan Selatan terutama sejak abad ke-14 sampai awal abad ke-16 yakni sebelum terbentuknya Kerajaan Banjar yang berorientasikan Islam, telah terjadi proses pembentukan negara dalam dua fase. Fase pertama yang disebut Negara Suku (etnic state) yang diwakili oleh Negara Nan Sarunai milik orang Maanyan. Fase kedua adalah negara awal (early state) yang diwakili oleh Negara Dipa dan Negara Daha. Terbentuknya Negara Dipa dan Negara Daha menandai zaman klasik di Kalimantan Selatan. Negara Daha akhirnya lenyap seiring dengan terjadinya pergolakan istana, sementara lslam mulai masuk dan berkembang disamping kepercayaan lama. Zaman Baru ditandai dengan lenyapnya Kerajaan Negara Daha beralih ke periode negara kerajaan (kingdom state) dengan lahirnya kerajaan baru, yaitu Kerajaan Banjar pada tahun 1526 yang menjadikan Islam sebagai dasar dan agama resmi kerajaan.
Zaman keemasan Kerajaan Banjar terjadi pada abad ke-17 hingga abad ke-18. Pada masa itu terjadi puncak perkembangan Islam di Kalimantan Selatan sebagaimana ditandai oleh lahirnya Ulama-ulama Urang Banjar yang terkenal dan hasil karya tulisnya menjadi bahan bacaan dan rujukan di berbagai negara, antara lain Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
Berbeda dengan Muhammad Arsyad yang menjadi perintis pusat pendidikan Islam, Muhammad Nafis mencemplungkan dirinya dalam usaha penyebar-luasan Islam di wilayah pedalaman Kalimantan. Dia memerankan dirinya sebagai ulama sufi kelana yang khas, keluar-masuk hutan me-nyebarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Dan oleh karena itu beliau memainkan peranan penting dalam mengembangkan Islam di Kalimantan.
Islam masuk Kalimantan Selatan lebih belakangan ketimbang misalnya, Sumatera Utara dan Aceh. Seperti diungkapkan Azra, diperkirakan pada awal abad ke-16 sudah ada sejumlah muslim di sini, tetapi Islam baru mencapai momentumnya setelah pasukan Kesultanan Demak datang ke Banjarmasin untuk membantu Pangeran Samudra dalam perjuangannya melawan kalangan elite di Kerajaan Daha. Setelah kemenangannya, Pangeran Samudra beralih memeluk Islam pada sekitar tahun 936/1526, dan diangkat sebagai sultan pertama di Kesultanan Banjar. Dia diberi gelar Sultan Suriansyah atau Surian Allah oleh seorang da’i Arab. Dengan berdirinya Kesultanan Banjar, otomatis Islam dianggap sebagai agama resmi negara.
Namun demikian, kaum muslimin hanya merupakan kelompok minoritas di kalangan penduduk. Para pemeluk Islam, umumnya hanya terbatas pada orang-orang Melayu.
Islam hanya mampu masuk secara sangat perlahan di kalangan suku Dayak. Bahkan di kalangan kaum Muslim Melayu, kepatuhan kepada ajaran Islam boleh dibilang minim dan tidak lebih dari sekadar pengucapan dua kalimah syahadat.
Di bawah para sultan yang turun-temurun hingga masa Muhammad Arsyad dan Muhammad Nafis, tidak ada upaya yang serius dari kalangan istana untuk menyebarluaskan Islam secara intensif di kalangan penduduk Kalimantan.
Karena itu, tidak berlebih jika Muhammad Nafis dan terlebih Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan tokoh penting dalam proses Islamisasi lebih lanjut di Kalimantan. Dua orang ini pula yang memperkenalkan gagasan-gagasan keagamaan baru di Kalimantan Selatan.
Pengembangan Islam di Kutai dilakukan oleh dua orang muslim dari makassar yang bernama Tuan di Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, dengan cepat islam berkembang di Kutai, termasuk raja mahkota memeluk islam. Kemudian pengembangan islam dilanjutkan ke daerah-daerah pedalaman pada pemerintahan Aji di Langgar. Pada tahun 1550 M, di Sukadan (Kalimantan Barat) telah berdiri kerajaan islam. Ini berarti jauh sebelum tahun itu rakyat telah memeluk agama islam, Adapun yang meng-islamkan daerah Sukadana adalah orang Arab islam yang datang dari Sriwijaya. Di Sukadana Sultan yang masuk islam adalah Panembahan Giri Kusuma (1591) dan Sultan Hammad Saifuddin (1677).





Kamis, 01 Desember 2011

FRUIT PLANT USA











pELANGSING HERBAL FRUIT & PLANT SUPER SLIMMING USA, the best FDA recomended slimming
 berbahan sayur-sayuran dan buah segar yang langka dan hanya tumbuh di daerah tertentu, dg kandungan serat tinggi, aman tanpa ketergantungan, diolah dengan teknologi tinggi, lulus uji klinis oleh FDA dengan tingkat kepuasan tertinggi, terbukti menurunkan 9-19kg dalam 1bulan. FRUIT & PLANT merupakan produk pelangsing terlaris di dunia, sangat direkomendasikan oleh para pakar pelangsingan tubuh dan ahli kesehatan. Motto produk ” One day a healthy beauty”
 BEBERAPA KEISTIMEWAAN FRUIT & PLANT: 
 * Mulai bekerja sejak pertama anda mengkonsumsinya.
 * Sangat aman karna berbahan herbal/ serat tinggi
 * Tanpa diet ketat,
 * Tanpa olahraga berat,
 * Tanpa rasa lapar,
 * Tanpa pantangan apapun.
 Sekarang saatnya membuktikan keajaiban obat ini.
 Bagaimana Cara Pakai FRUIT & PLANT ?
 * Obat ini bisa diminum di pagi hari ( sebelum atau sesudah makan) dengan air hangat.
 * Satu kapsul saja untuk satu hari.
 * Saat mengkonsumsi obat ini, apa bila anda merasakan haus maka, perbanyak minum air atau juice.. ( air min. 10-12 gelas sehari) .
 * Tetaplah Makan Pagi atau Siang Seperti Biasa karena ini penting untuk menjaga kesehatan metabolisme tubuh anda..
 * Untuk yang suka mengkonsumsi alkohol, selama pemakaian obat ini harap dihentikan dulu, karena bias sedikit mengurangi keEFEKTIFAN Palangsing ini Dalam membakar lemak.
 Komposisi yang terkandung dalam PELANGSING FRUIT PLANT HERBAL ADALAH:
 * Obat ini tebuat dr ekstrak tumbuhan buah berserat tinggi yang dapat menekan napsu makan anda. antara lain: buah strawberry, lemon, pektin, labu pahit, pepaya, buah LUOLI, natural Spirulina.
 * Selain itu, obat ini juga mengandung ekstrak tumbuhan yang akan menyerap dan mengurangi lemak ditubuh.. Antara lain: tuckahoe, kola, guttiferae plant, coleus scutellarioides, guarana, marumi kumquat dan trigonella foenumm.
 * Jadi produk ini sangat aman dan terpercaya untuk di konsumsi..karna terbuat dari bahan-bahan alami tanpa bahan kimia.
 Soal efek samping ? ? ?
 * Tidak perlu khawatir. Karna terbuat dr ramuan alami, obat ini bebas dari effect samping. Anda tidak akan mules2, diare, atau balik Gendut lagi. Seperti yang biasa kamu alami saat mengkonsumsi obat diet lain.
 * Saat ini obat ini termasuk salah satu obat yang paling laris di dunia. Karna obat ini sangat efektif menurunkan berat bdn 5-10kg/ bln..
 Reaksi apa Aja Yang Terjadi Didalam Tubuh Setelah Meminum PELANGSING BADAN
 FRUIT PLANT HERBAL
 * Obat ini akan mempercepat metabolisme tubuh anda sampai berkali-kali lipat..
 * Membakar calory dlm tubuh dan meningkatkan energy..
 * Menimbulkan effect kenyang dan menekan nafsu makan..
 * Memecahkan timbunan lemak yg membandel di tubuh anda dan hasilnya…
 anda bakal dapat tubuh baru yang lebih sehat, lebih indah, dan lebih cantik.
 HARGA:RP.160.000,-
Harga: Rp 160,000.00
PESAN SEKARANG JUGA DI RADHAHERA SHOP ONLINE